Home / news

Jumat, 25 Juli 2025 - 16:39 WIB

Heryon Bernat Mbuik Minta Non Aktifkan Kepala Desa di Rote Ndao Yang Terbukti Menyalah Gunakan Dana Desa

Oplus_131072

Oplus_131072

Reporter: Rudi Mandala

Sejak bergulirnya Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, desa-desa di Indonesia mendapatkan hak istimewa dalam bentuk Dana Desa (DD). Tujuannya jelas: mempercepat pembangunan dari pinggiran dan memperkuat kemandirian desa. Namun, alih-alih menjadi jalan keluar dari ketertinggalan, Dana Desa kini justru menjadi sumber masalah baru di banyak daerah, termasuk di Kabupaten Rote Ndao

Tanggapan Teologis dari Heryon Bernat Mbuik Dosen dan Peneliti Universitas Citra Bangsa Kupang terhadap Data resmi Inspektorat Daerah Rote Ndao menunjukkan bahwa sejak tahun 2018 hingga 2024 terjadi penyelewengan Dana Desa senilai Rp 7,13 miliar. Dari jumlah tersebut, baru sekitar Rp 2,3 miliar yang berhasil dikembalikan. Ini artinya, kerugian negara yang masih mengambang mencapai hampir Rp 4,84 miliar.

Angka ini bukan sekadar statistik. Ia mencerminkan darurat moral dan kegagalan tata kelola yang serius di tingkat desa. Padahal, Dana Desa seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan, bukan ladang untuk memperkaya diri.
Hal ini Menjadi Celah Korupsi Dalam teori kepemimpinan transformatif (Burns, 1978), seorang pemimpin adalah agen perubahan. Ia tidak hanya bertugas menjalankan roda administrasi, tetapi juga menginspirasi warganya untuk maju. Namun, banyak kepala desa gagal memainkan peran ini. Sebaliknya, mereka terjebak dalam moral hazard desentralisasi fiskal (Prasetyo, 2021) yang membuka peluang korupsi ketika dana besar tidak disertai kapasitas tata kelola dan pengawasan yang memadai.

Fenomena ini bukan kebetulan. Dalam banyak kasus, kepala desa memanfaatkan relasi kekuasaan, patronase politik, atau kedekatan dengan elit lokal sebagai “perisai informal” dari jerat hukum.

Bahkan, dalam beberapa situasi, kepala desa terlibat dalam jejaring kekuasaan yang melibatkan pejabat pembina, tokoh adat, hingga pengusaha lokal. Inilah yang disebut sebagai “korupsi berjejaring” (Scott, 1972) di mana pelaku tidak berdiri sendiri, tetapi terlindungi oleh jaringan kekuasaan yang saling menguntungkan.

Tanggapan Teologis terhadap Stigmatisasi Protestan Padahal, kepala desa seharusnya menjadi figur moral di tengah masyarakat.

Mereka diamanahi anggaran besar bukan untuk memperkaya kelompok tertentu, tetapi untuk menjawab kebutuhan dasar warganya. Jalan desa, air bersih, bantuan usaha kecil, hingga pendidikan anak-anak menjadi taruhannya jika anggaran itu diselewengkan. Aspek Hukum dan Etika: Saatnya Tegakkan Keadilan Tanpa Kompromi Tindak pidana korupsi Dana Desa bukan hanya pelanggaran hukum positif (UU No. 31 Tahun 1999), tetapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan publik (public trust).

Ketika kepala desa menyalahgunakan kewenangannya, ia tidak hanya merugikan negara, tetapi merusak moralitas kepemimpinan dan mencederai martabat demokrasi lokal.

Ironisnya, proses hukum terhadap pelaku korupsi di desa sering lamban dan penuh kompromi.

Kepala desa yang terlibat korupsi sering kali merasa tidak tersentuh karena merasa dilindungi oleh kekuasaan politik atau jaringannya. Inilah yang membuat penegakan hukum menjadi setengah hati.

Tanggapan Teologis terhadap Stigmatisasi Protestan Oleh karena itu, penonaktifan kepala desa yang terbukti melanggar harus menjadi langkah awal untuk memudahkan proses hukum dan membuktikan bahwa hukum berlaku tanpa pandang bulu. Selain sebagai langkah administratif, tindakan ini memiliki makna simbolik: bahwa jabatan publik tidak memberi kekebalan terhadap hukum.

Dampak Sosial: Korupsi Dana Desa Adalah Penghancur Harapan Penyelewengan Dana Desa menyebabkan berbagai dampak sosial yang mendalam: Partisipasi masyarakat menurun karena hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah desa.

Apatisme terhadap politik desa dan demokrasi lokal. Warga kehilangan harapan akan perubahan. Konflik horizontal akibat kecemburuan sosial antara kelompok yang dekat dengan elit dan yang tidak.

Hilangnya teladan kepemimpinan bagi generasi muda yang justru menyaksikan korupsi menjadi hal biasa. Menguatnya lingkaran kemiskinan struktural dan eksklusi sosial. Dalam kerangka pembangunan sosial (Midgley, 1995), pembangunan seharusnya berbasis partisipasi dan pemberdayaan komunitas lokal.

Korupsi justru membalik logika ini: yang kuat semakin berkuasa, yang lemah semakin terpinggirkan. Akibatnya, kesenjangan sosial semakin dalam, dan kohesi sosial di desa mulai runtuh

Gabung Warga menjadi sinis terhadap setiap program baru karena menganggap semua sudah diatur oleh elit. Bahkan, anak-anak muda desa mulai kehilangan minat terhadap proses politik dan enggan berpartisipasi dalam musyawarah atau pemilihan kepala desa.

Tanggapan Teologis terhadap Stigmatisasi Protestan Peran DPRD dan Pemerintah Daerah: Dari Pengawasan Pasif ke Aksi Progresif Komisi I DPRD Rote Ndao harus melangkah lebih jauh dari sekadar menerima laporan. Mereka memegang mandat pengawasan yang sangat strategis. Beberapa langkah mendesak yang dapat dilakukan: Mendesak eksekutif menindak tegas pelaku yang terbukti menyalahgunakan dana. Membentuk Panitia Khusus (Pansus) Dana Desa untuk melakukan investigasi lapangan dan audit independen.

Mendorong digitalisasi pengawasan dan pelaporan berbasis aplikasi yang dapat diakses publik. Sementara itu, Dinas PMD dan para camat perlu meninggalkan pendekatan administratif semata. Mereka harus menjadi pendamping aktif yang memiliki fungsi supervisi. Tidak cukup hanya dengan sosialisasi atau bimtek, pengawasan harus berbasis indikator kinerja dan dilakukan secara berkelanjutan

1. Tanggapan Teologis terhadap Stigmatisasi Protestan Kepala desa yang terbukti menyalahgunakan Dana Desa harus segera dinonaktifkan dari jabatannya sebagai langkah awal.

Ini bukan hanya kebutuhan administratif, tetapi sinyal tegas bahwa hukum dan moral publik tidak bisa dikompromikan.

2. Pengawasan Partisipatif dan Independen Pengawasan Dana Desa harus diperbarui dengan melibatkan pihak ketiga yang independen, seperti LSM, akademisi, dan tokoh masyarakat. Kolaborasi ini sejalan dengan prinsip collaborative governance (Ansell & Gash, 2008), di mana pemerintah tidak berjalan sendiri.

3. Penguatan Etika Kepemimpinan Kepala Desa Program pelatihan kepala desa harus difokuskan pada pembentukan karakter kepemimpinan, bukan sekadar administrasi teknis. Konsep servant leadership perlu ditanamkan: pemimpin sebagai pelayan rakyat, bukan penguasa anggaran.

4. Digitalisasi Transparansi Anggaran. Antara Standardisasi Mutu dan Ketimpangan Seluruh penggunaan Dana Desa harus dapat diakses publik melalui sistem transparansi berbasis data real-time. Dashboard ini harus menampilkan progres kegiatan, realisasi anggaran, dan pelaporan oleh warga.

5. Revitalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) BPD harus menjadi mitra kritis dalam pengawasan dan perencanaan. Anggotanya perlu dibekali pengetahuan dasar tentang pengawasan keuangan publik.

Ketika Tubuh Kristus Dibelah dengan Lidah: Tanggapan Teologis terhadap Stigmatisasi Protestan Sekolah-sekolah di desa perlu diberi ruang untuk mengajarkan nilai antikorupsi sejak dini. Keteladanan harus dimulai dari ruang pendidikan. Penutup: Menjaga Integritas Desa Adalah Menjaga Masa Depan Bangsa Desa adalah fondasi peradaban Indonesia. Menjaga integritas desa bukan hanya soal membereskan laporan keuangan, tapi menjaga nilai gotong royong dan kepercayaan sosial. Rote Ndao memiliki kesempatan menjadi contoh nasional dalam penegakan integritas desa. Jika kita biarkan korupsi di desa tumbuh subur, maka kita sedang menyemai benih kehancuran sosial dari akar rumput. Saatnya bertindak tegas, bukan menunda. Karena masa depan desa adalah masa depan Indonesia. Dan membiarkan korupsi adalah pengkhianatan terhadap masa depan itu sendiri. Korupsi Dana Desa bukan hanya tentang kehilangan uang, tetapi kehilangan harapan, kehilangan kepercayaan, dan kehilangan masa depan. Oleh sebab itu, setiap langkah pencegahan dan penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh, konsisten, dan tanpa pandang bulu. Mari kita rawat desa sebagai ruang keadilan dan kebenaran. Karena jika desa rusak, maka seluruh sendi kehidupan bangsa juga akan terdampak.

Lansir: Rakyatntt.

 

 

Share :

Baca Juga

news

Reses di Desa Lidor, Ketua Komisi I DPRD Rote Ndao Serap Aspirasi Warga Soal Pendidikan dan Infrastruktur

news

Hari Ini Tiga PLT Kadis Di Angkat Oleh Bupati Rote Ndao, Dinas Perikanan, Dinas PKO dan Ispektorat

news

HUT SMAN 1 Lobalain Ke 42: Bupati Rote Ndao Alumni 1997  Turut Hadir Meriahkan

news

Sertijab Bendahara Komite SMAN 1 Lobalain : Rotasi Jabatan Yang Penuh Harapan dan Semangat Baru

news

SMAN 1 Lobalain Meriahkan HUT Ke-80 RI Dengan Semangat Nasionalisme Dan Kreativitas Siswa

news

Bupati Akan Hentikan Kades Yang Terbukti Selewengkan DD, Batas Pengembalian S/d 31 Agustus 2025

news

Peringati HUT RI ke 80, PT Boa Development Melakukan Aksi Nyata dengan Membagi Berkat Pada 80 Orang

news

Ketua BPD Minta Pemerintah dan Pihak Terkait Menyelidiki Pekerjaan Proyek Air Bersih Bersumber Dari DD Oelasin 2023 Tak Sesuai RAB